Sabtu, 19 Mei 2012

Asal-usul Bedug Pendowo Purworejo

Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo memiliki peninggalan-peninggalan kuno yang sangat berharga, dan merupakan satu-satunya di Indonesia yaitu berupa Bedug.Raden Adipati Cokronagoro I menghendaki sebuah Bedug yang akan dipakai sebagai pertanda telah masuknya saat Sholat Fardhu ( Wajib ) juga dapat dipakai untuk menandai segala kegiatan ibadah Umat Islam serta kenegaraan waktu itu. Maka keinginan Raden Adipati ini diutarakanlah kepada para Suntono Kadipaten beserta para ‘Ulama’ Kadipaten Purworejo. kayu Jati Bang, yang batangya telah dipakai untuk membuat Soko Guru Masjid Agung serta Pendhopo Kadipaten, tinggal sisanya yang disebut Bongkot ( pangkal ). Bongkotnya kayu jati itu cukup besar, berdiameter hampir 2,50 meter.

Dengan dipimpin oleh Raden Tumenggung Prawironagoro, pembuatan Bedung Agung itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.Dengan dipimpin oleh Raden Tumenggung Prawironagoro, pembuatan Bedung Agung itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.Bahan dari kayu Jati Bang bagian pangkalnya ( bongkot nya ) sisa kayu jati Pendowo, tidak terdapat sambungan, jadi utuh satu glundung. Kemudian Wedana Bragolan yang mendapat tugas memimpin pengerjaan bedug itu, yaitu Raden Tumenggung Prawironagoro, menghadap (sowan ) Kanjeng Raden Adipati Cokronagoro I untuk melaporkan, bahwa pembuatan Bedug Agung telah selesai dengan baik. Untuk selanjutnya tinggal menuggu perintah pengangkutannya ke kota Purworejo, yang jaraknya dari Dukuh Pendowo sampai ke kota Purworejo adalah 9 kilometer.Pada masa itu, jalan dari Purwodadi sampai ke kota Purworejo masih merupakan jalan tanah yang belum rata dan bilamana dimusim hujan akan berlumpur, sedangkan pada musim panas berdebu penuh batu. Dikiri kanannya masih tertutup hutan dan dapuran bambu yang cukup rapat, sedangkan rumah penduduk masih jarang sekali. Maka masalah pengankutan Bedug Agung itu akan menjadi masalah yang cukup besar dan rumit.

Pada masa itu menurut tradisi masyarakat Jawa, setiap pekerjaan atau tugas yang akan dilaksanakan, haruslah dipimpin oleh kaum kerabat dari yang mempuyai perintah tersebut ( ingkang yasa ), setelah kemudian ternyata tidak ada yang sanggup, maka diperkenankan untuk dicarikan penggantinya dari orang luar kerabat yang yasa itu.kerabat Cokronagoro itu tidak ada yang sanggup atau bersedia untuk melaksanakannya. Maka akhirnya terpaksa harus dipilihkan orang luar. Kemudian dengan agak takut-takut, Tumenggung Prawironagoro mencoba mengajukan usul untuk memilih orang luar kerabat Cokronagaran, tetapi yang masih ada kaitannya dengan kerabat Cokronagaran. Beliau mencoba mengusulkan Putra Menantunya sendiri sebagai pengemban tugas besar itu, yaitu Kyai Muhammad Irsyad yang menikah dengan putrinya.Usulan tersebut dapat diterima oleh Kanjeng Raden Adipati Cokronagoro.Karena beliau percaya bahwa Kyai Muhammad Irsyad akan mampu mengatasi pekerjaan besar tersebut.

Kemudian para ahli yang terpilih Kanjeng Adipati Cokronagoro berkenan melantik Kyai Muhammad Irsyad menjadi Pembesar yang akan mengepalai pekerjaan besar dan mulia itu. Setelah memakan waktu kurang lebih 20 hari akhirnya sampailah di Kota Purworejo.

Setelah Kayu Jati yang diperuntukan bagi Bedug Agung itu sampai di masjid Agung Kota Purworejo, maka untuk selanjutnya akan disempurnakan sebagaimana halnya sebuah bedug, yaitu dipasang penutup Bedug dari kulit. Karena besarnya bedug itu, maka diperlukan kulit penutup yang besar pula kemudian dicarilah kulit yang besar dari hewan besar. Pada masa itu masih banyak terdapat banteng. Maka jatuhlah pada pilihan hewan ini. Setelah kulit banteng didapat, lalu dipanggilmya seorang yang ahli Pemangkis ( penutup ) bedug yang terkenal di Purworejo.

Sebelum di tutup, didalam bedug itu dipasang semacam gong sejumlah 2 buah, dipasang behadapan dengan maksud, apabila bedug itu di tabuh, maka akan diteruskan pada kedua gong tadi getarannya. Diharapkan suaranya akan bertambah nyaring. Dalam istilah ilmu alamnya ( fisika ) hal itu disebut resonansi.

Bedug Agung yang telah selesai diberi penutup dari kulit banteng tersebut, digantung pada kerangka kayu jati dengan rantai besi. Kemudian diletakkan disebelah selatan dalam serambi Masjid Agung. Disampingnya diletakkan sebuah khenthongan kayu jati yang agak besar, sebagai pembantu irama bedug bila di tabuh. Pada awalnya Bedug Ageng itu adalah ditabuh orang apabila telah tiba saatnya Sholat Wajib yang Lima. Jadi didalam waktu satu hari Bedug Agung di pukul dengan irama tertentu sebanyak lima ( 5 ) kali. Pada masa itu pepohonan masih cukup rapat, dan udara tidak begitu kotor, suara bising dan hiruk pikuk tidak ada, maka suara serta gema dari bunyi Bedug Agung sangat keras terdengar.

Pada tanggal 13 Mei 1936, dipasanglah kulit lembu Ongale itu sebagai ganti kulit penutup Bedug Agung yang rusak tadi.
Penggantian kulit Bedug Agung yang terakhir ini, adalah pada bulan Mei tanggal 3 tahun 1993 Masehi. Yang diganti ialah kulit penutup bagian belakang, adapun penggatinya hanya kulit sapi biasa yang cukup besar pemberian seorang dermawan dari Cilacap. Anehnya bila kulit bedug sudah diberikan, maka dapat dipastikan beberapa saat kemusian salah satu bagian penutup itu terus rusak.Wallhu ’alam Bishshawab

 

Data - Data Bedug Ageng Pendowo – Kyai Bagelen
1. Bahan Bedug : Bongkot (pangkal)pohon jati bang yang bercabang lima,yang berusia ratusan tahun


2. Ukuran Bedug :
Panjang Badan Bedug : 292cm
Garis tengah depan : 194cm
Garis tengah belakang :180cm
Keliling bagian depan : 601cm
Keliling bagian belakang :564cm

Jumlah paku keliling :

Bagian depan = 112 buah
Bagian belakang = 98 buah


3. Penutup Bedug Semula dari kulit Banteng .

 

KESIMPULAN:
1. Waktu pembuatan diperkirakan antara tahun 1834 – 1840 Masehi


2. Dibuat atas perintah Kanjeng Raden Adipati Cokronagoro I , Bupati Purworejo pertama. Diangkut dari dukuh Pendowo, Bragolan, Purwodadi ke Masjid Agung Purworejo dengan pimpinan Kyai Haji Muhammad Irsyad, Kaum ( Na’ib ) desa Solotiang, Loano, Purworejo. Putra menantu Raden Tumenggung Prawironagoro Wedana Bragolan Purworejo


3. Bedung Agung ini akan dibunyikan pada hari-hari tertentu saja, tidak setiap hari seperti pada masa lampau, hal ini dilakukan untuk menghindari cepat rusaknya kulit penutup bedug itu sendiri, bila terlalu sering dipalu orang.

4. Hari-hari itu adalah, setiap hari Kamis, dimulai pada saat Shlolat Ashar, Sholat Maghrip, Isya’, Sholat Subuh dan menjelang Sholat Jum’at. Setelah itu berhenti. Lalu setiap menjelang Sholat Sunnat Hari Raya Fitrah ( Idul Fitri ) dan Qurban, pada saat detik-detik Proklamasi Tanggal 17 Agustus serta bila ada kejadian-kejadian penting lainnya. Selain hari-hari tersebut, Bedug Ageng ini tidak dibunyikan orang.
Orang yang bertugas untuk memukul Bedug Ageng ini ialah Bapak Amat Sa’bani, Bp. Jahri dan pada bila hari raya adalah Turmudi. 

2 komentar: